Ketentuan Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas dalam UU No. 28 Tahun 2002, PP No. 36 Tahun 2005, dan Perancangan Arsitektur
KETENTUAN AKSESIBILITAS UNTUK PENYANDANG DISABILITAS DALAM
UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG, PERATURAN PEMERINTAH
NO. 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2002
TENTANG BANGUNAN GEDUNG, DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR
FARHAN FARIS MAHDIY
PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
OKTOBER 2017
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Bangunan adalah
tempat manusia beraktivitas. Dalam perkembangannya, bangunan mengalami
perubahan dalam berbagai hal. Hal yang dapat dilihat secara visual dari
bangunan adalah wujudnya. Ia meliputi bentuk dan langgam arsitekturnya. Di
samping bentuk dan langgam, hal penting yang harus dimiliki bangunan adalah
fungsi. Hal ini berarti bahwa bangunan harus memiliki fungsi yang sesuai dengan
kebutuhan pengguna dan digunakan sesuai dengan fungsinya.
Selain
wujudnya, metode perancangan, konstruksi, penggunaan, dan pengelolaan bangunan
telah berkembang. Pada masa kini, hal-hal tersebut diatur dalam teori dan
kaidah perancangan ilmu teknik, konstruksi, dan arsitektur. Namun, sebagaimana
manusia dalam suatu negara, bangunan juga berada dalam pengaturan dan pengawasan
pemerintah pusat. Peraturan perundang-undangan disusun untuk menjaga bangunan
agar dapat memenuhi persyaratan fungsi, struktur, dan keselarasan dengan
lingkungan
Perancang dan
pelaksana konstruksi bangunan dituntut untuk memahami persyaratan-persyaratan
bangunan untuk dapat berfungsi dengan baik. Kerja sama pengguna bangunan pun
dibutuhkan dengan adanya pemahaman terhadap penggunaan bangunan sesuai dengan
petunjuk yang diberikan mengenai fungsi, spesifikasi, dan tata penggunaan
bangunan. Untuk mencapai hal tersebut, undang-undang tetnang bangunan
diterbitkan, yaitu Undang-undang (UU) RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung dengan peraturan pelaksanaannya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP) RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Dalam memenuhi
persyaratan fungsi, hal penting dan kurang mendapat perhatian dalam perancangan
bangunan dan ruang publik di Indonesia adalah aksesibilitas. Kondisi ini
menyebabkan fasilitas umum tidak aksesibel terhadap penyandang disabilitas.
Aksesibel mengandung arti bahwa suatu ruang atau fasilitas dapat diakses atau
digunakan semua golongan, baik orang normal maupun penyandang disabilitas. Aksesibilitas
yang baik berpengaruh pada daya guna dan kepuasan masyarakat dalam menggunakan
ruang atau fasilitas dan sebagai salah satu tolok ukur kualitas dan
pengembangan ruang, fasilitas, dan daerah.
Mahasiswa
arsitektur sebagai mahasiswa yang mempelajari perencanaan dan perancangan
arsitektur dan sebagai mahasiswa yang akan memasuki dunia profesi arsitek perlu
dibekali dengan pengetahuan perancangan dan hukum untuk dapat mempertanggungjawabkan
dan memenuhi persyaratan dalam hukum yang berlaku, khususnya masalah
aksesibilitas. Pengetahuan tersebut berperan sebagai pedoman perancangan baik
dalam pendidikan arsitektur maupun profesi arsitek. Untuk itu, pemahaman
ketentuan aksesibilitas dalam UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan
PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung dan dalam perancangan arsitektur perlu dimiliki mahasiswa
arsitektur.
1.2.
Rumusan Masalah
Pembahasan
ketentuan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas dalam UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dan PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan dalam perancangan
arsitektur diperlukan. Sebelumnya, diperlukan pembahasan dasar mengenai hukum
tersebut dan aksesibilitas yang meliputi:
1.
Asas,
tujuan, dan lingkup Undang-undang
2.
Fungsi
dan persyaratan umum bangunan gedung dalam Undang-undang
3.
Pengertian
tentang penyandang disabilitas dan aksesibilitas
4.
Asas
aksesibilitas
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk
memberikan pemahaman hukum dan perancangan arsitektur yang aksesibel terhadap
penyandang disabilitas dan memenuhi persyaratan dalam hukum yang berlaku kepada
mahasiswa arsitektur.
Uraian ini dapat bermanfaat sebagai
pengetahuan dan pengingat bagi mahasiswa arsitektur dan arsitek untuk
mempertimbangkan aksesibilitas yang dapat dicapai semua kelompok pengguna baik
orang normal maupun penyandang disabilitas yang sesuai dengan ketentuan hukum
dan perancangan arsitektur.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.
Asas, Tujuan, dan Lingkup Undang-undang
Undang-undang,
dalam hal ini UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, berlandaskan asas
kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan
lingkungannya.
Pengaturan
bangunan gedung dalam undang-undang ini bertujuan untuk:
1.
mewujudkan
bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang
serasi dan selaras dengan lingkungannya;
2.
mewujudkan
tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan
dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
3.
mewujudkan
kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Lingkup
pengaturan ketentuan tentang bangunan gedung dalam undang-undang ini meliputi
fungsi, persyaratan, penyelenggaraan, peran masyarakat, dan pembinaan. Dari
lima lingkup tersebut, lingkup yang dibahas dalam uraian ini adalah
persyaratan.
2.2.
Fungsi dan Persyaratan Umum Bangunan Gedung dalam Undang-undang
UU No. 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung menetapkan fungsi bangunan gedung meliputi fungsi
hunian, keagamaan, usaha, sosial, dan budaya, serta fungsi khusus. Satu
bangunan gedung juga dapat memiliki lebih dari satu fungsi. Bangunan gedung
dengan setiap fungsi meliputi bangunan sebagai berikut.
1.
Bangunan
gedung fungsi hunian meliputi bangunan untuk:
· rumah tinggal tunggal;
· rumah tinggal deret;
· rumah susun;
· rumah tinggal sementara.
2.
Bangunan
gedung fungsi keagamaan meliputi bangunan untuk:
· masjid;
· gereja;
· pura;
· wihara;
· kelenteng.
3.
Bangunan
gedung fungsi usaha meliputi bangunan untuk:
· perkantoran;
· perdagangan;
· perindustrian;
· perhotelan;
· wisata dan rekreasi;
· terminal;
· penyimpanan.
4.
Bangunan
gedung fungsi sosial dan budaya meliputi bangunan untuk:
· pendidikan;
· kebudayaan;
· pelayanan kesehatan;
· laboratorium;
· pelayanan umum.
5.
Bangunan
gedung fungsi khusus meliputi bangunan untuk:
· reaktor nuklir;
· instalasi pertahanan dan keamanan;
· bangunan sejenis yang diputuskan menteri.
Di samping
fungsi, bangunan gedung harus memenuhi persyaratan. Persyaratan yang harus
dipenuhi adalah persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan
fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi
persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin
mendirikan bangunan (IMB). Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi
persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
Persyaratan yang dibahas dalam uraian ini adalah pesyaratan teknis, tepatnya
persyaratan kenyamanan.
2.3.
Pengertian tentang Penyandang Disabilitas dan Aksesibilitas
Dalam UU No. 8
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas didefinisikan
sebagai setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau
sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan
dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan
efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Dalam
undang-undang tersebut, aksesibilitas didefinisikan sebagai kemudahan yang
disediakan untuk penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan.
Undang-undang ini menjelaskan tentang pentingnya fasilitas yang aksesibel. Pengertian
aksesibel adalah dapat dicapai oleh siapapun baik orang normal maupun
penyandang disabilitas.
Dalam uraian
ini, istilah Penyandang Cacat dalam UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung dan PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No.
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung disebut sebagai Penyandang Disabilitas.
Hal ini berdasarkan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas Bab
XIII: Ketentuan Penutup pasal 148 yang menyatakan bahwa istilah Penyandang
Cacat yang dipakai dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum
undang-undang tentang penyandang disabilitas tersebut berlaku harus dibaca dan
dimaknai sebagai Penyandang Disabilitas, sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang tentang penyandang disabilitas tersebut.
2.4.
Asas Aksesibilitas
Aksesibilitas memiliki asas sebagai berikut.
1.
Kemudahan
Asas kemudahan berarti bahwa aksesibilitas membuat setiap orang
dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum.
2.
Kegunaan
Aksesibilitas berasas kegunaan yang berarti bahwa setiap orang dapat
menggunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum.
3.
Keselamatan
Asas keselamatan mengandung arti bahwa setiap bangunan yang
bersifat umum harus memperhatikan keselamatan semua orang.
4.
Kemandirian
Asas kemandirian berarti bahwa setiap orang harus bisa mencapai,
memasuki, dan menggunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum tanpa
membutuhkan bantuan orang lain.
2.5.
Ketentuan Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas dalam
Undang-undang
Pasal 31 ayat 1
UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengatur bahwa bangunan gedung,
kecuali rumah tinggal, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas dan lanjut usia. Rumah tinggal, khususnya rumah inti
tumbuh dan rumah sederhana sehat, tidak diwajibkan untuk dilengkapi dengan
fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia. Namun,
bangunan gedung dengan fungsi hunian lainnya, seperti apartemen, flat, atau
sejenisnya, tetap diwajibkan untuk disediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas dan lanjut usia.
Pada ayat 2,
disebutkan ketentuan bahwa fasilitas tersebut mencakup fasilitas di dalam
bangunan dan lingkungannya. Fasilitas di dalam bangunan adalah fasilitas yang
berfungsi untuk mengakomodasi aktivitas utama dan penunjang pengguna bangunan,
sedangkan fasilitas lingkungan bangunan adalah fasilitas yang berada di luar
bangunan untuk mendukung fungsi utama bangunan.
Ayat 3
menerangkan bahwa ketentuan penyediaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas
dan lanjut usia diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan
Pemerintah tersebut adalah PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
2.6.
Ketentuan Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas dalam
Peraturan Pemerintah
Pasal 60 ayat 1
PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung menerangkan bahwa tujuan penyediaan fasilitas dan
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas adalah untuk menjamin terwujudnya
kemudahan bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia memasuki bangunan dan
keluar bangunan gedung serta beraktivitas dalam bangunan gedung dengan mudah,
aman, nyaman, dan mandiri. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas berlaku untuk
setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret
sederhana. Namun bangunan gedung dengan fungsi hunian lainnya, seperti
apartemen, asrama, rumah susun, flat, atau sejenisnya, tetap diwajibkan untuk
disediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lanjut
usia.
Pada ayat 2,
disebutkan bahwa fasilitas dan aksesibilitas tersebut meliputi toilet, tempat
parkir, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan
lif bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia.
Ayat 3 menerangkan
bahwa penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas, dan
ketinggian bangunan gedung.
Selanjutnya,
pasal 4 menerangkan bahwa ketentuan mengenai ukuran, konstruksi, jumlah
fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas mengikuti ketentuan
dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku.
Berdasarkan
penelusuran penulis, pedoman dan standar teknis yang berlaku dan memuat
ketentuan fasilitas dan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas, juga lanjut
usia, adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman
Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
2.7.
Ketentuan Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas dalam
Perancangan Arsitektur
2.7.1.
Proses Perancangan Arsitektur
Dalam arsitektur, perancangan adalah
usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu yang lebih
baik. Perancangan arsitektur memiliki tahap-tahap tertentu untuk menghasilkan
rancangan yang sesuai dengan kebutuhan. Secara umum, proses perancangan dapat
dianggap sebagai tiga proses yang terdiri dari keadaan awal, transformasi, dan
keadaan akhir yang direncanakan. Keadaan awal atau tahap awal berisi pengenalan
dan pembatasan masalah dan pengumpulan dan analisis informasi mengenai masalah
yang akan dipecahkan. Dalam transformasi, terdapat pengajuan usul rancangan dan
evaluasi rancangan dan alternatif usul rancangan. Selanjutnya, hal yang dilakukan
pada keadaan akhir adalah tindakan yang meliputi kegiatan yang berhubungan
dengan persiapan dan pelaksanaan proyek.
Aksesibilitas rancangan bangunan
dapat dipengaruhi tahap awal perancangan. Jika pada tahap awal, perancang
bangunan tidak mempertimbangkan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas dan
tidak ada evaluasi dan umpan balik mengenai hal tersebut, bangunan tidak akan
aksesibel bagi penyandang disabilitas. Meskipun begitu, perbaikan dapat
dilakukan jika rancangan bangunan memungkinkan. Hal ini menunjukkan pentingnya
pengenalan dan pembatasan masalah serta pengumpulan dan analisis informasi
mengenai masalah yang akan dipecahkan dalam proses perancangan.
2.7.2.
Ketentuan Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas
Membuat
rancangan bangunan yang aksesibel bagi penyandang disabilitas adalah
persyaratan penting rancangan yang terus meningkat. Ketentuan aksesibilitas
untuk penyandang disabilitas diatur dalam pedoman-pedoman perancangan
arsitektur. Pedoman-pedoman tersebut di antaranya adalah Data Arsitek dan Time-Saver
Standards for Building Types.
Menurut Data
Arsitek, lingkungan penyandang disabilitas membutuhkan penyesuaian pada
alat-alat bantu dan ruang gerak yang diperlukan dan modul yang digunakan adalah
kursi roda dan ruang gerak manusia. Modul adalah unit pengukuran yang digunakan
untuk menstandardisasi dimensi material bangunan atau mengatur proporsi
komposisi arsitektural. Secara umum, pedoman perancangan bangunan untuk
penyandang disabilitas dalam Data Arsitek meliputi kebutuhan ruang gerak dan
ketentuan program ruang untuk tempat tinggal.
Dalam Time-Saver
Standards for Building Types, terdapat ketentuan yang lebih umum mengenai
perancangan hunian untuk penyandang disabilitas. Selain menguraikan kebutuhan
ruang gerak dan program ruang untuk tempat tinggal, terdapat juga ketentuan dari
aspek lingkungan sekitar, tapak, tata ruang luar, pencahayaan, dan tanaman.
Landasan
rancangan yang aksesibel adalah adanya gagasan mengenai jalan yang aksesibel.
Tujuan adanya jalan yang aksesibel adalah untuk memberikan penyandang
disabilitas kemampuan untuk memasuki bangunan, masuk dan keluar ruangan sesuai
kebutuhan, dan keluar bangunan. Untuk mewujudkan rancangan yang aksesibel,
konsep desain yang universal perlu dipertimbangkan. Tujuannya adalah untuk
membuat fasilitas dapat diakses oleh cakupan kemungkinan orang terluas,
terlepas dari mobilitas, kemampuan fisik, ukuran, usia, atau kemampuan
kognitifnya. Hal yang perlu diketahui perancang dalam merancang jalan yang
aksesibel adalah semua jenis disabilitas
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.
Kesimpulan
Undang-undang
No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung adalah undang-undang yang memuat
ketentuan penyediaan fasilitas dan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas.
Ketentuan tersebut dimuat dalam pasal 31 ayat 1 sampai 3. Ayat 1 dan 2 berisi
ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut, sedangkan ayat 3 berisi
rujukan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan aksesibilitas tersebut
dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah.
Peraturan
Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung adalah peraturan yang memuat ketentuan lebih
lanjut mengenai penyediaan fasilitas dan aksesibilitas untuk penyandang
disabilitas. Ketentuan tersebut dimuat dalam pasal 60 ayat 1 sampai 4. Ayat 1
sampai 3 berisi ketentuan yang diatur dalam peraturan tersebut, sedangkan ayat
4 berisi rujukan bahwa ketentuan mengenai ukuran, konstruksi, dan jumlah
fasilitas dan aksesibilitas mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar
teknis yang berlaku, yaitu, berdasarkan penelusuran penulis, Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Dalam
perancangan arsitektur, ketentuan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas
diatur dalam pedoman-pedoman perancangan. Di antara pedoman-pedoman perancangan
yang berlaku dalam arsitektur adalah Data Arsitek dan Time-Saver Standars for
Building Types. Yang terpenting dalam perancangan adalah rancangan memenuhi
kebutuhan pengguna bangunan. Jadi, selain merancang berdasarkan acuan,
perancang juga perlu meninjau kebutuhan penyandang disabilitas sebagai pengguna
bangunan.
3.2.
Saran
Untuk
mewujudkan bangunan yang memiliki fasilitas dan aksesibilitas yang baik untuk
penyandang disablitas, perancang perlu meninjau fungsi, evaluasi, dan umpan
balik pada tahap awal perancangan. Hal ini dilakukan agar program ruang,
fasilitas, aksesibilitas, dan hubungan antarruang sesuai dengan kebutuhan
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Selain itu, acuan teknis juga
dibutuhkan sebagai pedoman perancangan, baik acuan dari peraturan pemerintah
atau organsasi yang berwenang maupun acuan dalam arsitektur. Acuan teknis yang
dapat digunakan di antaranya adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan, Data Arsitek, dan Time-Saver Standars for Buildig Types.
DAFTAR PUSTAKA
Ching, Francis D.K. 2012. Kamus Visual Arsitektur – Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Ching, Francis D.K dkk. 2016. Building Code Illustrated: A Guide
to Understanding The 2015 International Building Code – Fifth Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Darmawan, Edy & Rosita, Maria. 2016. Konsep Perancangan
Arsitektur. Jakarta: Penerbit Erlangga
Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek – Edisi 33 Jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman
Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
Snyder,
James C. & Catanese, Anthony J. 1984. Pengantar Arsitektur. Jakarta:
Penerbit Erlangga
De Chiara, Joseph & Callender, John. 1987. Time-Saver
Standards for Building Types – Second Edition. Singapore: McGraw-Hill
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
Hi farhan, terima kasih telah memposting tulisan ini. Tulisan ini sangat bermanfaat bagi saya yang sedang mencari referensi tentang standar bangunan untuk aksesibilitas fasilitas ibadah bagi penyandang disabilitas sesuai dengan standar PU.
BalasHapusjika berkenan memberikan sumber lain atau masukan, saya akan dengan senang hati menerimanya.
silahkan hubungi saya di nissanurmayati@gmail.com
Terima Kasih
Hai,
HapusSaat saya membuat tulisan ini, ketentuan Menteri PU tentang aksesibilitas yang saya tahu hanya Permen No. 30/PRT/M/2006 sebagaimana tertulis di Daftar Pustaka. Tapi setelah itu, saya menemukan Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung. Saya belum baca banyak peraturan ini, tapi sekilas saya cek di situ ada ketentuan aksesibilitas tempat ibadah (salat). Peraturan ini menuntut penerapan prinsip desain universal yang mempertimbangkan penyandang disabilitas. Saya pikir peraturan ini bisa jadi referensi.
Dalam panduan perancangan arsitektur sendiri, saya belum menemukan standar ukuran untuk tempat ibadah (masjid/musholla). Referensi lain yang saya temukan ada di link ini:
https://www.researchgate.net/publication/289253959_Standar_Perancangan_TEMPAT_WUDHU_dan_TATA_RUANG_MASJIDpdf
Semoga membantu. Terima kasih.
hai farhan, terima kasih atas referensi dan tambahan informasinya, sangat membantu buat saya, akan saya pelajari lebih lanjut lagi.
HapusSalam.
ituDewa Poker Domino QQ | Ceme Judi Domino QQ | Agen Domino QQ | Domino QQ Online | Agen Poker | Judi Poker | Poker Online | Agen OMAHA | Agen Super Ten | BlackJack
BalasHapusPROMO SPESIAL GEBYAR BULANAN ITUDEWA. KUMPULKAN TURNOVER SEBANYAK-BANYAKNYA DAN DAPATKAN HADIAH YANG FANTASTIS DARI ITUDEWA.
MAINKAN DAN MENANGKAN HADIAH TOTAL RATUSAN JUTA, TANPA DI UNDI SETIAP BULANNYA!
? DAIHATSU ALYA 1.0 D MANUAL ( Senilai Rp.100.000.000,- )
? New Yamaha Vixion 150 ( Senilai Rp.25.340.000,- )
? Emas Antam 10 Gram ( Senilai Rp.10.160.000,- )
? Free Chips 1.500.000
? Free Chips 1.000.000
? Free Chips 250.000
SYARAT DAN KETENTUAN : KLIK DISINI
DAFTARKAN DIRI ANDA SEGERA : DAFTAR ITUDEWA
1 ID untuk 7 Game Permainan yang disediakan oleh Situs ituDewa
=> Bonus Cashback 0.3%
=> Bonus Refferal 20% (dibagikan setiap Minggunya seumur hidup)
=> Bonus UPLINE REFERRAL UP TO 100.000!
=> Bonus New Member 10%
=> Customer Service 24 Jam Nonstop
=> Support 7 Bank Lokal Indonesia (BCA, BNI, BRI, Mandiri, Danamon, Cimb Niaga, Permata Bank)
• Deposit Via Pulsa, OVO & GOPAY
• Pusat Bantuan ituDewa
Facebook : ituDewa Club
Line: ituDewa
WeChat : OfficialituDewa
Telp / WA : +85561809401
Livechat : ituDewa Livechat